Kau Membakar Dunia, dan Aku Tetap Memelukmu di Tengah Apinya
Hujan selalu berbisik di atas makam Lin Wei. Bukan hujan lebat yang mencambuk bumi, tapi gerimis lembut yang menari-nari di atas batu nisannya, seolah arwah-arwah lain ikut menangis. Bayangan cemara menolak pergi, terpaku abadi di atas pusara, sama keras kepalanya seperti Lin Wei semasa hidup.
Dulu, Lin Wei adalah api. Ambisinya membakar, cintanya membara. Sekarang, ia hanya hembusan angin dingin yang menyusup di antara celah dunia. Ia kembali bukan sebagai Lin Wei yang dulu, tapi sebagai roh yang terikat. Terikat oleh kebenaran yang tak sempat terucap, janji yang tak sempat ditepati, dan cinta yang tak sempat diakui.
Rumah tua di pinggir kota itu kini terasa lebih sunyi dari sebelumnya. Di sanalah, di antara dinding-dinding yang menyimpan kenangan, Lin Wei mengembara. Bukan mencari balas dendam, meski hatinya sempat dilalap amarah. Ia mencari kedamaian. Kedamaian untuk dirinya sendiri, dan kedamaian untuk seseorang yang ditinggalkannya.
Setiap malam, ia melihat sosok itu, Ye Ling. Ye Ling yang dulu, dengan senyum sehangat mentari pagi. Ye Ling yang sekarang, dengan mata yang menyimpan kesedihan tak terperi. Ye Ling yang mencintai Lin Wei lebih dari apa pun, meski Lin Wei tak pernah berani membalasnya secara terbuka.
Lin Wei tahu, kematiannya meninggalkan lubang besar dalam hati Ye Ling. Lubang yang hanya bisa diisi oleh kebenaran.
Ia mencoba berkomunikasi, meraba kesadaran Ye Ling dengan sentuhan angin dingin. Ia membisikkan kata-kata penyesalan, cinta, dan harapan. Namun, dunia arwah dan dunia hidup terpisah oleh tirai yang tak tertembus. Ye Ling hanya bisa merasakan kehadiran aneh, bulu kuduk yang meremang di tengkuknya, dan mimpi-mimpi aneh yang menghantuinya.
Suatu malam, Lin Wei melihat Ye Ling menangis di depan foto dirinya. Air mata Ye Ling bagai api yang membakar jantung Lin Wei. Ia berteriak, meski tak ada suara yang keluar. Ia ingin memeluk Ye Ling, meski tak ada raga yang bisa menyentuhnya.
Kemudian, ia ingat. Sebuah benda. Sebuah kotak musik tua yang dulu diberikan Ye Ling sebagai hadiah ulang tahun. Kotak musik itu menyimpan lagu yang mereka ciptakan bersama, lagu yang menjadi sumpah setia mereka.
Dengan sisa-sisa kekuatannya, Lin Wei memutar kotak musik itu. Nada-nada melankolis mengalun di udara, merayapi hati Ye Ling. Ye Ling terisak lebih keras, tangannya meraih foto Lin Wei.
Di saat itulah, Lin Wei merasakan perubahan. Kekuatan yang aneh merasuk ke dalam dirinya. Ia bisa memanifestasikan dirinya, meski hanya sekejap.
Ye Ling mendongak, matanya membulat. Di hadapannya, samar-samar, Lin Wei berdiri. Bukan sebagai arwah yang menakutkan, tapi sebagai bayangan yang penuh cinta.
"Ling…" bisik Lin Wei, suaranya bergetar. "Maafkan aku…"
Ye Ling terisak tak percaya. "Lin Wei…? Apa… apa itu kau?"
Lin Wei tersenyum lemah. Ia tak punya waktu banyak. "Aku mencintaimu, Ling. Lebih dari apa pun. Aku menyesal tak pernah mengatakannya…"
Cahaya di sekitar Lin Wei semakin redup. Ia tahu, inilah akhirnya. Ia telah mengatakan kebenaran. Ia telah menuntaskan apa yang tertinggal.
"Kau membakar dunia, Ling…" bisik Lin Wei, napasnya tersengal. "Tapi aku… aku tetap memelukmu di tengah apinya…"
Bayangan Lin Wei menghilang, meninggalkan Ye Ling yang terpaku dalam air mata. Kotak musik berhenti berputar. Keheningan kembali merayapi rumah tua itu.
Namun, kali ini, keheningan itu terasa berbeda. Ada kedamaian di dalamnya. Kedamaian yang lahir dari kebenaran yang terucap, cinta yang diakui, dan penyesalan yang dimaafkan.
Ia akhirnya bebas, arwah itu baru saja tersenyum untuk terakhir kalinya, meninggalkan secercah harapan di hati Ye Ling…
You Might Also Like: Rahasia Dibalik Interpretasi Mimpi_25
Post a Comment