Aku Menjadi Foto yang Terhapus, Tapi Masih di Backup Cloud
Aula Emas itu berkilauan, diterangi ribuan lilin yang memantul dari lantai marmer putih. Namun, kemegahan itu tak mampu menutupi hawa dingin yang merayapi tulang. Di sanalah aku, Xiao Mei, berdiri di antara barisan pejabat kerajaan yang memasang wajah tanpa ekspresi. Dulu, aku hanyalah seorang pelayan istana. Sekarang? Aku adalah selir kesayangan Kaisar Li Wei, seorang pria yang mencintaiku lebih dari takhtanya sendiri.
Atau begitulah yang aku percayai.
Kaisar Li Wei, dengan jubah naga emasnya, adalah perwujudan kekuasaan. Namun, di balik senyum manisnya, tersembunyi tatapan elang yang tajam, selalu mengawasi, selalu menghitung. Cintanya padaku terasa seperti madu yang dicampur racun; manis di lidah, tapi membunuh perlahan.
"Xiao Mei," bisiknya di suatu malam, saat kami berdua duduk di taman istana yang dipenuhi bunga persik. Bintang-bintang bertaburan di langit, menyaksikan rahasia yang kami bagi. "Kau tahu, aku percaya padamu lebih dari siapapun di kerajaan ini."
Kata-kata itu terasa seperti pisau belati. Aku tahu, di istana ini, kepercayaan adalah barang langka, dan seringkali berujung pada kematian.
Saingan terbesarku, Permaisuri Zhao, adalah contohnya. Wanita itu, dengan kecantikannya yang dingin dan otaknya yang licik, menganggap aku sebagai ancaman. Setiap hari, aku merasakan tatapan membencinya seperti duri yang menusuk kulit. Dia adalah simbol kekuasaan yang hilang, seorang ratu tanpa raja, dan aku, seorang pelayan yang merebut hatinya.
Permainan takhta pun dimulai.
Cinta kami menjadi medan pertempuran. Setiap janji menjadi pedang. Setiap senyuman menjadi jebakan. Aku tahu, cepat atau lambat, aku akan dipaksa untuk memilih: cinta atau kekuasaan.
Dan kemudian, malam itu tiba.
Kudengar bisikan. Pengkhianatan. Rencana pemberontakan. Semua mengarah pada satu nama: Kaisar Li Wei. Dan aku, Xiao Mei, hanyalah pion dalam permainan mereka.
Mereka menginginkanku untuk membunuh Kaisar. Menyisipkan racun ke dalam tehnya. Menghancurkan hatinya, seperti dia menghancurkan hatiku.
Aku menolak.
Tapi penolakan bukanlah pilihan. Mereka memaksaku. Mereka mengancam keluargaku. Mereka mengancam orang-orang yang aku cintai.
Aku pun menyerah.
Malam itu, aku memberikan teh beracun kepada Kaisar. Dia meminumnya, tanpa curiga. Senyumnya menghilang, digantikan dengan tatapan kecewa yang menusuk.
Saat nyawanya melayang, dia berbisik, "Aku… percaya… padamu…"
Keesokan harinya, aku dinyatakan bersalah atas pembunuhan Kaisar. Aku akan dihukum mati.
Namun, di saat-saat terakhirku, aku tersenyum. Mereka mengira mereka telah menang. Mereka mengira mereka telah menghancurkanku.
Mereka salah.
Aku mungkin hanya foto yang terhapus, tapi ingatlah, foto itu masih di backup cloud.
Karena jauh sebelum semua ini terjadi, aku telah menyalin semua bukti pengkhianatan mereka ke dalam sebuah gulungan tersembunyi. Gulungan itu aku serahkan kepada satu-satunya orang yang bisa aku percaya: seorang kasim tua yang setia kepada mendiang Kaisar.
Dan sekarang, giliran mereka untuk membayar.
Beberapa bulan kemudian, dengan dukungan para jenderal yang setia pada Kaisar Li Wei, sang kasim tua mengungkap kebenaran. Permaisuri Zhao dan para pejabat pengkhianat ditangkap, diadili, dan dihukum mati. Kerajaan kembali stabil.
Aku, Xiao Mei, yang dianggap lemah dan tidak berdaya, telah membalas dendam. Balas dendam yang elegan, dingin, dan mematikan.
Dan seperti yang mereka katakan, seorang kaisar baru telah naik takhta, seorang kaisar yang dulunya hanyalah seorang putra yang terlupakan.
Sejarah baru saja menulis ulang dirinya sendiri…
You Might Also Like: 126 Rahasia Sunscreen Mineral Dengan
Post a Comment