Ini Baru Drama! Tangisan Yang Menjadi Alunan Pembalasan

Tangisan yang Menjadi Alunan Pembalasan

Aula Emas itu MEWAH. Cahaya lilin menari di atas pilar-pilar berlapis emas, memantulkan kemilau dari jubah sutra para pejabat yang berkumpul. Namun, di balik kemegahan itu, aura MENCEKAM menyelimuti. Tatapan tajam saling beradu, bisikan pengkhianatan berdesir di balik tirai sutra berwarna merah darah. Ini bukan sekadar pertemuan kenegaraan; ini arena pertarungan, di mana setiap senyum adalah topeng, dan setiap kata adalah belati.

Di tengah pusaran intrik itu, berdiri Kaisar Li Wei, seorang pria dengan ketampanan yang mematikan dan tatapan sedalam jurang. Di sampingnya, berdiri Permaisuri Bai Lian, kecantikannya bagaikan lukisan abadi, namun sorot matanya menyimpan lautan KESEDIHAN yang tak terucapkan. Mereka terikat dalam pernikahan politik, sebuah aliansi antara dua keluarga terkuat di kekaisaran. Cinta mereka, jika memang ada, terkubur di bawah lapisan KEKUASAAN dan ambisi.

Li Wei mencintai Bai Lian, SUNGGUH, mencintai kelembutannya, kecerdasannya, dan kesetiaannya. Namun, kekaisaran adalah prioritasnya. Setiap keputusan, setiap langkah yang diambil, selalu demi kejayaan takhtanya. Bai Lian tahu itu. Ia memahami bahwa cintanya hanyalah bidak dalam permainan takhta. Setiap janji manis Li Wei bagaikan pedang bermata dua, memberikan harapan sekaligus menebar ketakutan.

"Lian'er," bisik Li Wei suatu malam, di taman istana yang diterangi rembulan. "Aku akan melakukan apa pun untukmu, asal kau tetap di sisiku, mendukungku."

Bai Lian tersenyum pahit. "Apa pun, Yang Mulia? Termasuk mengorbankan nyawa orang yang kau cintai?"

Pertanyaan itu menggantung di antara mereka, tak terjawab.

Waktu berlalu, intrik semakin menggila. Fitnah, pengkhianatan, dan pembunuhan menjadi bagian dari rutinitas istana. Bai Lian menyaksikan dengan hati hancur, merasakan dirinya semakin terasingkan. Ia menjadi saksi bisu atas kebrutalan Li Wei, atas pengorbanan yang harus dibayar demi kekuasaan. Rasa sakitnya memuncak ketika ia mengetahui bahwa keluarga Bai, keluarganya sendiri, menjadi korban dari ambisi Li Wei.

Saat itulah tangisan Bai Lian berhenti.

Yang tersisa hanyalah KEKEJAMAN yang membeku. Bai Lian, yang dulunya lemah lembut, berubah menjadi sosok DINGIN dan kalkulatif. Ia mulai merencanakan PEMBALASAN. Dengan kecerdasan dan pesonanya, ia memainkan bidak-bidak di papan catur istana, memanipulasi aliansi, dan menabur benih keraguan di antara para pejabat. Li Wei, yang terlalu dibutakan oleh kekuasaan dan cintanya, tidak menyadari bahwa orang yang paling ia percayai sedang merajut jaring kehancurannya.

Puncak dari pembalasan Bai Lian tiba pada malam perayaan ulang tahun Kaisar. Di hadapan seluruh istana, ia mengungkap pengkhianatan Li Wei, membongkar kejahatan-kejahatannya, dan memperlihatkan bukti-bukti yang tak terbantahkan. Li Wei terkejut, terluka, dan marah. Ia menatap Bai Lian, mencoba mencari secercah cinta di matanya, namun yang ia temukan hanyalah KEBENCIAN.

Dengan suara yang TEGAS dan MENGGETARKAN, Bai Lian menyatakan, "Cinta Yang Mulia hanyalah ilusi. Kekuasaan Yang Mulia akan segera runtuh."

Lalu, dengan anggun, ia menjatuhkan jepit rambut phoenix miliknya ke lantai. Itu adalah sinyal. Garda Kekaisaran, yang telah diam-diam setia kepadanya, menangkap Li Wei.

Li Wei berlutut, kehilangan segalanya. Tatapannya bertemu dengan tatapan Bai Lian, dan ia melihat REFLEKSI dari dirinya sendiri.

Bai Lian tersenyum ELEGAN dan MEMATIKAN. "Sejarah telah menulis ulang dirinya sendiri."

You Might Also Like: 47 Perbedaan Skincare Lokal Untuk Kulit

OlderNewest

Post a Comment